What If Psychology | Episode 1 : Bagaimana Jika Kepercayaan, Agama, dan Harapan Hanyalah Ilusi Belaka?
Selamat datang di seri what if psychology Episode 1. Pada diskusi kali ini, sobat blogger akan dihadapkan pada pemikiran what if. Pemikiran what if ini akan membuat para pembaca blogger untuk berpikir lebih kritis mengenai fenomena yang notabennya “bagaimana jika” fenomena ini terjadi atau tidak terjadi, begitu juga dengan teori-teori psikologi, yang akan kita tebak dengan sudut pandang yang berbeda. Semoga kalian para pembaca tidak bosan, terima kasih!.
Pendahuluan Ilustrasi
Kita pasti sering bertanya-tanya kenapa kita harus beragama? Apa purpose atau tujuan kita memilih untuk beragama dan percaya dengan suatu eksistensi yang lebih tinggi (Tuhan) yang maha kuasa? Kenapa kita harus mempercayai itu? Dan kenapa ada orang yang benar-benar percaya dan berharap besar dengan Tuhan dan kepercayaannya. Apakah mereka hanya ingin mendapatkan kedamaian? Atau hanyalah suatu rutinitas belaka. Semua ini tergantung dengan individu masing-masing, yang pasti mereka mempunyai pemikirannya sendiri, tetapi What if ternyata orang yang belajar agama, kepercayaan hanyalah untuk menekan ketakutan atau terror yang mereka pendam selama ini? Mungkin saja kecemasan dan ketakutan itu diproyeksikan ke dalam kepercayaan mereka. Sebagai contoh, individu yang takut akan kematian, takut akan apa yang terjadi kedepannya, menggunakan kepercayaannya (agama) untuk mendapatkan secercah harapan atau purpose dengan tujuan untuk mendamaikan atau menenangkan diri mereka agar tidak putus harapan mereka, karena dalam agama selalu mempercayai bahwa kehidupan setelah kematian hanyalah sebatas surga atau neraka.
Penjelasan What If Psychology
Kita sudah mendapatkan penjelasan mengenai kematian, kepercayaan dan agama. Seperti yang disebutkan diatas, adanya hubungan yang erat antara kematian dengan kepercayaan seseorang. Teori ini sebenarnya ada dalam dunia psikologi. Teori ini disebut sebagai terror management theory. Terror management theory mendeskripsikan posisi manusia. Manusia dianggap memiliki suatu kesadaran akan kefanaan yang mereka miliki. Mereka sadar bahwa selamanya manusia tidak ada yang hidup menetap. Oleh karena itu, manusia mencoba untuk membuat value bagi diri mereka, agar terlihat berharga dan berkualifikasi selama hidup. Untuk melakukan itu, manusia berpartisipasi dalam suatu cultural worldviews (politik, scientific, etnis dan keagamaan) Hal ini dilakukan untuk bisa meningkatkan keberhargaan diri mereka (self-esteem) (Vail & Soenke, 2019).
Nah, berdasarkan dari penjelasan diatas, kita sudah dapat menerka nih, what if ternyata selama ini, manusia menciptakan agama hanya untuk menenangkan kecemasan mereka untuk menghadapi kematian? Hal ini juga sudah diperjelas oleh teori Freud (1927) yang mengatakan bahwa, agama menjadi salah satu penenang untuk mengurangi death anxiety atau kecemasan akan kematian. Sekarang untuk what If kedua, bagaimana jika ternyata kepercayaan atau agama ternyata dibuat hanya untuk membuat suatu sense of purpose atau tujuan hidup seseorang tinggal di dunia. Hal ini bisa saja terjadi, karena manusia belum sepenuhnya mengetahui apa yang terjadi setelah kematian. Sehingga, mereka menggunakan pemikiran ini untuk membuat tujuan dalam hidup mereka. Kembali lagi, INI HANYALAH WHAT IF.
Daftar Pustaka
Freud, S. (1927). The future of an illusion. New York: W. W. Norton & Company.
Belum ada Komentar untuk "What If Psychology | Episode 1 : Bagaimana Jika Kepercayaan, Agama, dan Harapan Hanyalah Ilusi Belaka?"
Posting Komentar